Perihal Teluk Saleman dan Laut Maluku yang Tiada Habisnya untuk Diceritakan.

Hari ini tiba-tiba aku teringat pada momen ketika memasuki wilayah Teluk Saleman, Agustus 2018 lalu. Rasanya seperti berada di dunia peri ketika menjejakan kaki di teluk ini. Sebentar, di manakah kiranya letak dunia peri yang kumaksud?

Jadi, jika dibentangkan peta provinsi Maluku, Teluk Saleman berada tepat di sisi utara Pulau Seram yang digelari sebagai Nusa-Ina atau 'pulau ibu' oleh orang-orang Maluku. Dalam kosmologi mereka, Pulau Seram dipercaya sebagai tempat kelahiran semua orang Maluku sebelum akhirnya menyebar ke pulau-pulau lain di sekitarnya.

Teluk Saleman menjadi salah satu tempat di sudut Pulau Seram yg oleh banyak orang direkomendasikan untuk didatangi. Di teluk ini kita dapat menikmati panorama laut, salah satunya Pantai Ora.

Kali pertama sampai di Teluk Saleman, sepasang mataku disajikan perbukitan cadas berselimut pepohonan khas wilayah tropis. Air laut begitu jernih menampilkan warna-warni biota laut, rasanya seperti bukan air, tetapi kaca. Mungkin seperti berlebihan, tapi berbekal tangkapan panca indera, bagiku yang saat itu masih berusia 21 tahun, Teluk Saleman menjadi salah satu tempat terbaik yang pernah kudatangi.


Pantai Ora, pertengahan 2018.


Motor-motor yang siap membawa kita berkeliling Teluk Saleman


Ketika seharian berada di kawasan ini, bagiku Ora —dan Teluk Saleman, adalah tempat yang 'beruntung'. Ia diisi oleh manusia dengan tangan dan kaki yang digerakkan oleh gagasan tentang bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan alam. Keberuntungan ini yang kemudian menjadi salah satu kunci keindahan alam di kawasan Teluk Saleman.




Di Teluk Saleman —dan sebagian besar kawasan Maluku— kita bisa menjumpai satuan komunal masyarakat dengan sebutan 'negeri'. Negeri bagi orang Maluku, mirip dengan penyebutan 'desa' bagi orang Jawa. Bedanya, negeri memiliki perangkat adat yang salah satunya mengurusi tentang SDA & lingkungan. Teluk Saleman sendiri berada di wilayah Negeri Saleman, yang lewat aturan adatnya mampu menjaga kelestarian kawasan Teluk Saleman sedemikian rupa.

Sial, lagi-lagi aku harus terjebak pada momen-momen kekaguman kepada tanah dan laut Maluku, sampai-sampai harus membuat tulisan ini.

Di Maluku memang banyak laut. Salah seorang di sana sempat berkata padaku, 'Maluku itu mininya indonesia, karena lebih luas wilayah lautan dibanding daratannya. pulaunya juga banyak!' dan aku pun mengiyakan karena di peta Provinsi Maluku, begitulah yang terlihat. Tiap berjumpa dengan orang-orang di sana, mereka hampir dipastikan minimal menyebut satu pulau lain di wilayah Maluku yang pernah mereka singgahi. Itu berarti, menyeberang lautan dengan kapal bermacam bentuk, sudah pernah dilakukan sebelumnya.


Perjalanan Tak Terlupakan: Berkeliling Teluk Saleman!


Akibat begitu 'dekatnya' Maluku dengan laut, maka ketika mengingat tentang Maluku --seperti hari ini--, hal-hal yang sudah pasti mampir di ingatan tidak jauh-jauh dari; laut, ombak, nelayan, kapal, ikan, dan tuturuga.

Tidak hanya ingatan-ingatan berisi hal-hal berbalut estetika, memori bergelut dengan laut di Maluku juga acapkali diselingi hal-hal 'berkesan' lain, mabok laut misalnya. Saking kuatnya ombak di sana, pengalaman mabok laut pertamaku adalah di Maluku ketika aku berada dalam satu kapal yang menyeberang dari Ambon ke Saparua di tahun 2017.

Aku juga bukan seorang yang pandai berenang, gaya renangku amburadul. Kelemahan ini yang selanjutnya menjadi cerita yang mengisi daftar kenangan "Linda dan Laut Maluku." Karena mengetahui kenyataan bahwa aku tidak bisa berenang, keluargaku semasa KKN di Maluku akhirnya mengajariku berenang. "Biar Kaka Linda nanti kalau menyeberang pulau seng usah bawa pelampung lagi," kata mereka sambil tertawa, tapi serius. Alhasil, pulang-pulang dari KKN, skill berenangku bisa dikatakan lebih baik daripada sebelumnya. Tidak hanya itu, proses belajar di lautan Maluku yang cukup melelahkan (tapi menyenangkan) itu membuatku bisa mengambang di air! wkwk.

Aku menulis ini ketika sedang berada di kawasan pesisir utara Bali. Sama-sama dekat dengan laut, tapi tetap saja tidak ada yang menandingi rasa bahagiaku setiap kali bercumbu dengan lautan di Maluku. Tapi...Maluku jauh paskali lai. Beta bingung membendung rindu par Maluku yang selalu datang "mengganggu" beta :(.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah saya sempat berkunjung ke Pulau Haruku dan Saparua

    Mulyadi Wijaya
    www.moel.info

    BalasHapus

Posting Komentar

Kisah lainnya

Terimakasih, Maluku, Aku Beruntung Menjadi Minoritas.

Dua Abad Perjuangan Nona dari Negeri Abubu, Martha Christina Tiahahu

Salam Manis dari Maluku