Salam Manis dari Maluku

Sabtu, 13 Oktober 2018

Pagi sekali, bersamaan dengan adzan subuh, Papen (Pak Pendeta, anak Mama dan Papa Ongka selaku keluargaku saat KKN di Waipia, Maluku) mengirim pesan singkat lewat whatsapp. Beberapa saat setelahnya, berlatjutlah komunikasi kami lewat video call dengan menampilkan wajah satu-persatu keluarga di rumah. Mulai dari Papen, Melano "Mata Menyala", Mama Ongka, Kaka Adrin (yang sedang memasak nasi goreng andalannya), Devi (teman sekelas Melano yang selalu malu-malu kasi tampil muka), dan tentunya, Papa Ongka! Semua sedang sibuk bersiap memulai hari, tapi masih semangat untuk berbincang hangat denganku, satu dari lima "anak" terkasih yang sedang jauh dari hadapan mereka. Hari ini, sudah dua bulan pasca kepergianku dari tanah Maluku setelah "mengabdi" selama satu setengah bulan lamanya. Walau sudah dua bulan, rasanya percakapan yang memeluk itu masih belum berubah.

Mama banyak bercerita, menjadi dominan di percakapan pagi ini. Beliau mengabarkan padaku jika Mama Tin (tetangga di depan rumah kami yang memanggilnya "Herodes") sedang pergi ke Serua (pulau asal masyarakat di Negeri Lesluru, desa KKN ku). Mama Tin hanya pergi selama tiga hari, karena setelah itu, kapal akan kembali ke Masohi dan mengganti penumpang dengan mereka yang hendak pergi ke Serua juga, salah satunya Papa dan Papen. Aku senang mendengar keluarga dekatku di Lesluru akan dan telah berangkat ke Serua. Mungkin Mama membaca raut kesenangan itu, hingga akhirnya beliau bertanya, "Kaka Linda, tahun depan jadi ke Serua deng kaka Hari ka seng? kalau bisa datang bulan Maret sa, nanti mangga paling banyak bulan itu," ucapnya dengan diakhiri tawa. Aku membalas dengan tawa, berharap dapat mewujudkan "keinginan" Mama. Karena menelfon pagi-pagi (di WIB masih jam 4, tapi di WIT sudah jam 6), Mama kemudian bertanya banyak hal "sederhana" selayaknya percakapan Mama kepada anaknya, seperti; "kaka linda sebentar makan deng apa?" yang kemudian dilanjutkan dengan banyak kalimat nasehat agar anak gadisnya ini makan banyak supaya tidak terlihat kurus. Mama memang tidak pernah berubah.

Satu hal yang selalu Mama ulang, untuk memberi salam kepada "saudara Melay" (teman satu sub-unit KKN yang dulu tinggal satu atap di rumah Mama) agar segera baku dapa dan menghubungi Mama lewat video sehingga Mama bisa melihat kelima anak terkasihnya secara bersama-sama, tidak satu-satu seperti ini. Setelah nyaris satu jam berbincang hangat, telpon diakhiri dengan kalimat manis, "kaka linda baik-baik di sana ee."

Gambar 1. Tiga anak gadis terkasih Mama dan Papa Ongka Lesluru

Tidak sampai satu jam berselang, keluarga Maluku lainnya menelfon, kali ini dari Haruku, satu pulau di Kepulauan Lease yang paling dekat dengan Ambon. Menjelang akhir periode KKN, aku dan teman satu sub-unitku menyempatkan pergi ke pulai ini, tepatnya di Negeri Hulaliu, untuk ikut salah satu tetangga kami di Lesluru (bapa Agus Lewakabessy) pulang kampung. Pagi ini, Mama Dhika yang merupakan saudara bapa Agus, turut menyapaku dengan hangat.

Sama seperti Mama Ongka di Lesluru, Mama Dhika Haruku juga banyak bercerita tentang apa saja yang terlewat olehku. Mulai dari Eto si rambut panjang yang baru keluar dari rumah sakit, Sandro yang baru berusia tiga tahun di rabu lalu, Arjun yang baru membeli kaos Jogja di Ambon dengan harga 40 ribu, tanggal 18 besok ada pemilihan Raja, sampai cerita-cerita nostalgia tentang kedatangan kami ke Haruku beberapa waktu lalu. Oya, tidak lupa pula Eto dan Mama Dhika memanggilku dengan "sorakan" andalan sewaktu di rumah, "Kaka Linda uuuuuuuuuu!". Percakapan dengan keluarga Hulaliu pagi ini sama-sama didominiasi oleh Mama seperti dengan keluarga di Lesluru.

Gambar 2. Oma, Mama Dhika, Bapa Agus, Eto, Sandro

Lagi-lagi, salam manis juga Mama Dhika tititpkan untuk teman-teman lain di Jogja. Kemudian mengingatkanku untuk berjuang agar bisa "tembus cita-cita". Satu kalimat yang membuatku makin rindu dengan Maluku, "Kaka Linda, tanjung Yanain su panggil-panggil par mandi air masin". Pecakapan hangatku dengan keluarga di Hulaliu pun diakhiri dengan kalimat penutup yang tak kalah manisnya, "jangan lupa berdoa terus kepada Tuhan ya, Kaka Linda. Selalu inga kampong, Tuhan memberkati kaka Linda, dado!"

Telfon ditutup. Atas percakapan-percakapan manis dari Maluku pagi ini, aku selalu percaya jika Tuhan akan terus mendatangkan hal-hal menyenangkan pasca kejadian sedih bertubi-tubi di hari kemarin.


Angin, kasi terbang bet pung rindu ke Maluku. Bawa serta bet pung salam. Bisikkan pada mereka bahwa beta akan selalu ingat deng kampong :') 


Komentar

Kisah lainnya

Terimakasih, Maluku, Aku Beruntung Menjadi Minoritas.

Dua Abad Perjuangan Nona dari Negeri Abubu, Martha Christina Tiahahu