Postingan

Mengingat Serua

Gambar
Kemarin, seorang teman KKN secara random bertanya, "Kaka Linda, ada rencana pi pulang ke Waipia, kah?" Secara spontan, aku menjawab, " Kalau rencana ada, Kaka. Tapi seng ada uang." Lalu kemudian temanku membalas stiker berisi seseorang yang sedang tertawa. Ketika ditanya demikian, aku tiba-tiba teringat dengan draft tulisan tentang Serua (salah satu pulau asal penduduk Waipia, tempatku KKN) yang masih tersimpan rapi dan gagal diunggah di Hari Bahasa Ibu beberapa waktu lalu karena aku lupa tanggal. Maka aku memutuskan untuk mengunggahnya hari ini, tentunya dengan sedikit modifikasi. Tentang hari bahasa ibu yang diperingati bulan lalu (21 Februari), aku terbayang dengan keheranan banyak orang yang kerap berkata padaku, " Kamu beneran orang Madura? kenapa logatmu tidak seperti orang Madura?" Lalu, keheranan tersebut aku jawab dengan, "Karena dulu bahasa ibuku Bahasa Jawa. Walau ibuku orang Madura, tapi aku lancar berbahasa Madura ketika kelas 5 SD, saat

Perihal Teluk Saleman dan Laut Maluku yang Tiada Habisnya untuk Diceritakan.

Gambar
Hari ini tiba-tiba aku teringat pada momen ketika memasuki wilayah Teluk Saleman, Agustus 2018 lalu. Rasanya seperti berada di dunia peri ketika menjejakan kaki di teluk ini. Sebentar, di manakah kiranya letak dunia peri yang kumaksud? Jadi, jika dibentangkan peta provinsi Maluku, Teluk Saleman berada tepat di sisi utara Pulau Seram yang digelari sebagai Nusa-Ina atau 'pulau ibu' oleh orang-orang Maluku. Dalam kosmologi mereka, Pulau Seram dipercaya sebagai tempat kelahiran semua orang Maluku sebelum akhirnya menyebar ke pulau-pulau lain di sekitarnya. Teluk Saleman menjadi salah satu tempat di sudut Pulau Seram yg oleh banyak orang direkomendasikan untuk didatangi. Di teluk ini kita dapat menikmati panorama laut, salah satunya Pantai Ora. Kali pertama sampai di Teluk Saleman, sepasang mataku disajikan perbukitan cadas berselimut pepohonan khas wilayah tropis. Air laut begitu jernih menampilkan warna-warni biota laut, rasanya seperti bukan air, tetapi kaca. Mungkin seperti berl

Linda Bercerita Linda

Gambar
Hari ini di tiga lalu. Kami keluar dari ruangan yang sudah dua hari menjadi arena belajar. Putri Bang Ucok --Rusdi Marpaung-- duduk di depan piano hitam yang tepat diletakkan di depan 'ruang belajar' kami. Ia sudah siap memainkan lagu 'selamat ulang tahun.' Jakarta saat itu sudah petang. Suka hujan juga seperti akhir-akhir ini. Hari itu kalender menunjukan angka 18 di lembar bulan Maret, yang menandakan hari ulang tahun salah satu mentor, sekaligus editor buku kami (re: Dari Sergai Ke Kefa). Mentor dan editor yang kumaksud adalah Linda Christanty. Sehari sebelumnya, untuk pertama kalinya aku bertemu perempuan berkacamata yang kemudian kupanggil "Mbk Linda." Ya, nama depan kami sama. Rasanya agak aneh setiap bertemu dengan siapapun yang memiliki nama kembar. Apa kalian juga pernah merasakan hal yang sama? Oiya, aku hampir saja lupa. Diksi "kami" dalam "mentor kami" berarti sepuluh anak muda Indonesia, termasuk aku, yang pada Maret 2018 berke

Berselaras

Gambar
Sudah empat hari matahari sukar sekali muncul di Desa Les, tempatku tinggal saat ini. Hujan terus datang bersama gemuruh ombak yang makin malam, suaranya makin nyaring. Sudah dua bulan aku di sini, tapi beberapa hari terakhir adalah hari dimana udara terasa begitu dingin. Tentang Desa Les, seumpama kamu penasaran dengan letak desanya, coba saja bentangkan peta Pulau Bali. Nanti di bagian utara --biasanya arah utara berada di sisi atas peta-- kamu akan menemukan sebuah desa bernama Les, bagian dari Buleleng yang melingkupi pesisir utara pulau Bali. Selain masalah sepele seperti jemuran yang tak kunjung kering dan malam-malam dingin bersama sepasang kaos kaki yang enggan terlepas, empat hari ini banyak hal yang melayang-layang di dalam kepalaku. Selain hal-hal personal, kabar bencana di banyak tempat juga membuat kepalaku pusing, sesekali juga dadaku sesak membayangkan betapa di hari-hari terakhir ini banyak orang yang tengah berada dalam kondisi sulit. Suara Kunto Aji dan Nadin Amizah k

Lebah dan Eropa

Gambar
Ketika tahun lalu menjalani musim semi di Freiburg (satu kota kecil di Jerman selatan) aku mulai tahu jika setiap tanggal 20 Mei —sejak tahun 2018— dunia merayakan hari tersebut sebagai hari lebah sedunia . Tanggal ini dipilih karena merupakan hari kelahiran Anton JanÅ¡a, seorang yang pada abad ke-18 menjadi inisiator dalam teknik beternak lebah di Slovenia, sebuah negara di Eropa bagian tengah. United Nation selaku penggagas 'world bee day' merasa penting untuk melahirkan perayaan hari lebah sebagai bentuk dari upaya peningkatan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya serangga penyerbuk seperti lebah, ancaman apa saja yang sedang mereka hadapi, serta bagaimana kontribusinya terhadap pembangunan berkelanjutan. seekor lebah yang "kutangkap" ketika mengikuti tur di kebun milik NABU Freiburg Dari orang-orang yang kutemui di Freiburg aku belajar, bahwa kehadiran lebah di kehidupan mereka tidak hanya dimaknai sebagai si penghasil madu berkualitas (terutama madu-madu dar

Padi di Tanah Gambut

Gambar
Mendung membersamai saat kutumpangi klotok menyusuri kanal menuju Mantangai Hulu, satu desa yg tidak terlalu jauh dari aliran sungai Kapuas. Secara administratif, desa ini merupakan bagian dari Kecamatan Mantangai di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Aku mengunjungi lokasi yang dilimpahi tanah gambut ini di salah satu siang kelabu pada bulan Desember 2018. Siang itu, di belokan terakhir sebelum sampai di titik tujuan, aku sedikit kaget ketika melihat hamparan lahan gambut yang berisi tanaman padi. Seketika, bayangan kegagalan rezim Orde Baru yang mencanangkan proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektar di Kalimantan Tengah pada 1995 silam, makin dipertanyakan. 'Hari ini, padi bisa tumbuh, kenapa dulu tidak bisa ya?' pikirku. Pertanyaan di kepala beradu dengan bising mesin klotok yang nampaknya sudah mulai beradaptasi dengan telinga. Nurhadi menunjuk beberapa titik di lahan garapannya Adalah Nurhadi, pria yang hari itu bersemangat menjelaskan hal-hal "aneh&qu