Lebah dan Eropa

Ketika tahun lalu menjalani musim semi di Freiburg (satu kota kecil di Jerman selatan) aku mulai tahu jika setiap tanggal 20 Mei —sejak tahun 2018— dunia merayakan hari tersebut sebagai hari lebah sedunia. Tanggal ini dipilih karena merupakan hari kelahiran Anton Janša, seorang yang pada abad ke-18 menjadi inisiator dalam teknik beternak lebah di Slovenia, sebuah negara di Eropa bagian tengah. United Nation selaku penggagas 'world bee day' merasa penting untuk melahirkan perayaan hari lebah sebagai bentuk dari upaya peningkatan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya serangga penyerbuk seperti lebah, ancaman apa saja yang sedang mereka hadapi, serta bagaimana kontribusinya terhadap pembangunan berkelanjutan.

seekor lebah yang "kutangkap" ketika mengikuti tur di kebun milik NABU Freiburg

Dari orang-orang yang kutemui di Freiburg aku belajar, bahwa kehadiran lebah di kehidupan mereka tidak hanya dimaknai sebagai si penghasil madu berkualitas (terutama madu-madu dari BlackForest) dan serangga penyerbuk yang menjaga keanekaragaman pangan mereka. Bahwa temuan bersama orang-orang Kaukasian di Freiburg, membuatku sadar jika interaksi antara manusia-lebah tidak hanya perkara mengambil madu di musim semi, lalu mengonsumsi dan menjualnya di musim dingin, atau membiarkan aroma pembakaran lilin beewax menguar di tiap perayaan Natal tiba. Di mata mereka, lebah hadir sebagai salah satu simbol 'kegentingan' biodiversitas Eropa dan pada akhirnya menjadi salah satu program 'jualan' dalam kampanye parlemen Eropa yang berlangsung pada Mei 2019 lalu. Maka tidak heran ketika berada di Freibug, aku cukup mudah dalam menemukan aktivitas-aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan upaya perlindungan lebah, terutama lebah liar.

madu-madu yang dijual di lapak-lapak pedagang oleh-oleh khas Blackforest


pemimpin tur kebun NABU yang sedang menjelaskan perihal sarang lebah liar


berpose di depan toko perlengkapan imker (beekeeper)

Serangga kecil ini membawaku pada pertemuan-pertemuan dengan mereka di Freiburg yang memiliki kesadaran tentang bumi yang tidak melulu hanya “dimiliki” oleh manusia. Diskusi mengenai lebah eropa telah mempertemukanku dengan mereka yang meyakini bahwa hak hidup dan hak tinggal di planet ini, tidak hanya terbatas pada manusia, melainkan juga makhluk lain seperti lebah.

lebah yang berkerumun di salah satu sarang milik salah satu kelompok peternak lebah di Freiburg 


p.s: topik ini merupakan sebagian kecil informasi yang kusarikan dari skripsiku yang berjudul "Ketika Lebah-Lebah Berkumpul di Kota: Aktivitas Urban Beekeeping sebagai Bentuk Gerakan Konservasi Lebah di Freiburg, Jerman" (2020). Jika teman-teman sekalian berniat membaca skripsiku, silahkan kontak lebih lanjut, ya!

Komentar

Kisah lainnya

Terimakasih, Maluku, Aku Beruntung Menjadi Minoritas.

Dua Abad Perjuangan Nona dari Negeri Abubu, Martha Christina Tiahahu

Salam Manis dari Maluku