Surat Untuk Bapak

Selamat Sore, Bapak.

Senja di penghujung bulan ini ternyata harus mengalah pada awan abu-abu dan rintik hujan yang lama-lama kian menyerang bak prajurit hendak perang. sore ini, ananda tak melihat warna jingga di ufuk barat langit kita. tapi, pun ketika jingga merekah dengan eloknya di ujung sana, apakah Bapak bisa duduk di samping ananda untuk melihat kecantikan senja bersama?

Kota Istimewa sore ini sedang diguyur hujan, Pak. ananda kira, Tuhan sudah mencukupkan musim penghujan periode ini, ternyata tidak. hujan bersama petir masih mau bertamu, membuat langit barat menjadi kelabu. Bagaimana dengan langit di sana, Pak? apakah Bapak sudah pulang ke rumah, atau bapak masih berada di gedung bertingkat sambil sesekali melihat keluar jendela, menyaksikan kesibukan lalu-lalang kota besar? mungkin prediksi kedua ananda yang lebih tepat, ya, Pak? bukankah sampai hari ini, Bapak belum pernah sekalipun duduk di teras rumah bersama ananda, untuk menanti langit sore berubah menjadi jingga? atau jangan-jangan, ananda sedang lupa.

Esok hari adalah bulan baru, Pak. menandakan bahwa bertambah lagi jumlah bulan yang menjadi saksi ketidakbersamaan kita sebagai seorang Bapak dan Putri Kecilnya. Esok hari, untuk kesekian kalinya, ananda menanti kehadiran sang senja. menanti langit di ufuk barat berubah warna menjadi jingga. Esok hari, ananda akan kembali ulangi harapan semu tentang sang waktu, senja berwarna jingga dan ungu, juga tentang Bapak dan Anak yang kelak akan bertemu.


yang sedang menunggu,

Putri Kecilmu.

Komentar

Kisah lainnya

Terimakasih, Maluku, Aku Beruntung Menjadi Minoritas.

Dua Abad Perjuangan Nona dari Negeri Abubu, Martha Christina Tiahahu

Salam Manis dari Maluku